Page 01: Loose.

2017, taman perumahan.

“Ini, udah ya. Lain kali benerin dulu tali sepatunya, tar jatoh lagi.” Aku tersentak dari lamunanku. Laki-laki dengan baju olahraga yang tadi habis mengikat tali sepatuku itu lalu bangkit dan tersenyum manis hingga kedua netranya tenggelam di balik bilah sipitnya, seolah peluh deras bukan berarti ia kelelahan. “Baru pindahan, ya?”

“Eh, iya. Aku Derakala Nadeline, Kak. Salam kenal, ya.” Aku tak tau harus berbuat apa, namun kurasa ini awal yang baik untuk beradaptasi dengan tetangga yang ramah sepertinya. “Gue Samuel,” balasnya pelan lalu melirik rantang makanan yang kubawa di tangan kananku. “Mau gue bantu?”

“Ah, iyaa ....” Aku baru sadar masih nyasar di jalan belakang rumah karena pusing mencari rumah Keluarga Denandra, yang kata Mama adalah atasan baru Papa di kantor barunya. Kebetulan, rumah mereka dekat sini. “Lagi nyari rumah Bapak Hiksam Denandra, Kak Samuel.”

“Sam aja,” lagi-lagi ia dengan santainya menimpali. “Gue tau, kok. Gue anter ya?”

“Enggak ngerepotin, Kak?”

“Nggak masalah.” Tawa kecil terdengar berdamping tutur manisnya, “mau ke sana juga, kok.”

Kakinya mulai melangkah disusul oleh milikku. Sambil berusaha menghapus tanda tanya dan rasa kagum terhadap laki-laki di depanku ini, otakku hanya berupaya menghafal jalan sampai tiba-tiba ia berhenti di sebuah bangunan dan melepas sepatu olahraganya. Membuka pagar, lalu memberiku isyarat masuk.

Rumah yang lumayan terpandang di tengah perumahan.

Samuel masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu, mengabaikanku yang menunggu di luar. “Assalaamu'alaikum!” teriaknya seolah memanggil penghuni rumahnya keluar.

“Wa'alaikumussalaam, Sam. Kok pulangnya sore-sore?” Seorang wanita keluar menghampiri dengan tutur keibuannya. Apa dia istri atasan Papa? Kenapa cara bicaranya formal sekali pada laki-laki itu? Aku dirundung tanda tanya ketika melihat ibu itu melongok dan bertanya pada Sam, “Ada tamu, ya? Kok nggak diajak masuk?”

Sam sibuk melepas ikat sepatu olahraganya. “Iya Ma, bawa calon nih. Buatin minum yang enak ya Ma, biar calon mantunya betah.”

Aku menunduk, mukaku panas. Ma?

“Anak Mama bisa aja, hobinya nggodain cewek. Ajaran Papa, ya.” Ibu itu sibuk bercanda dengan Sam, dan aku sendiri masih menyaring keadaan.

Biar aku perjelas—Sam adalah anak dari keluarga Denandra, dan baru saja anak dari atasan Papa berhasil membuatku terbang kepayang atas gombalan recehnya.

──────────

“Pagi cantik.” Sam mematut wajah di depan rumahku. Sambil sesekali tersenyum memamerkan giginya di spion motor Ninja yang dibawanya, ia tampak percaya diri namun penampilannya berseragam sekolah seperti ini lebih rapi dari baju olahraga berkeringat busuk yang dikenakannya tempo hari.

Aku bersiap menutur tanya, namun teringat pada ucapan Ibu Denandra tempo hari.

“Kata Pak Anjar, sekolahnya Deline di SMA Putra Bakti ya? Kalo gitu bagus dong sekalian sama Sam aja, sekolahnya lewat sana.”

Aku baru sadar bahwa candaannya itu serius.

“Naik yuk, Neng. Akang satu ini ongkosnya nggak mahal kok, cuma bayar pake cium pipi aja,” lagi-lagi dia menggodaku. Aku hanya tertawa canggung lalu meraih helm yang disodorkannya. “Makasih, Kak Sam.”

“Pegangan yang kenceng, ya.” Ia mengeratkan tanganku melingkar di pinggangnya seolah perjalanan ini akan menguji adrenaline. Sebelum aku benar-benar siap memeluknya, Sam langsung memacu motornya ngebut tanpa berbicara. Tentu saja aku yang terkejut refleks memeluknya.

Aku yakin hari-hari selanjutnya akan jadi lebih aneh lagi, setidaknya itu ekspektasi otakku.

──────────

2020, Fakultas Sastra UGM.

“Adel!” Beline menarikku menjauh dari kubangan di depan jalan yang— sepertinya tadi tidak ada di sana?

“Kalo jalan hati-hati, dong!” tegurnya lagi. Aku hanya mencopot satu dari sepasang earphone yang kukenakan. “Iya, maaf,” tukasku pelan sambil membiarkan tanganku ditarik oleh gadis berambut pendek di depanku itu ke arah taman.

“Tali sepatumu copot.”

Aku melirik kebawah. “Nggak papa. Emang udah longgar talinya, sepatu lama lagian.” Aku memilih bersikap bodoamat dan memfokuskan pandangan ke layar gadget di hadapan. Kusumpal kedua rungu dengan earphone yang tadi sempat kulepas.

Beline duduk di depanku lalu meminum es jeruk yang tadi sempat dipesannya. “Kamu kenapa lagi, sih?”

“Nggak papa. Bosen,” ucapku asal. Sekilas aku melihat mata Beline yang menyipit sengit ke arahku, namun memilih abai dan kubiarkan saja. Sesekali nafasku terbuang begitu saja ketika jariku bergeser naik turun di atas feeds Instagram.

Sebuah notifikasi naik ke layar dengan namanya yang menarik perhatianku dalam satu tangkap. Dua bubble chats dari Kak Sam.

“Gue nggak bisa jemput ya, maaf. Pacar gue ngambek, nih.”

Entah keberapa kalinya aku menghela nafas panjang, menanggapi kondisi yang selalu kuabaikan keberadaannya karena ekspektasi berlebihan.

Aku menunduk ke bawah meja dan mengikat tali sepatuku. Tali sepatuku copot lagi, Kak.



─────────────────────────
#LINEE's oneshoot in Jan 2021,
Special thanks to Laroshen Boneeto Athaya for fixing it and Abelinda Jealine for the appearance.

Komentar

Postingan Populer